Di kuil, Sathit masih menangisi kepergian Tiw yang tak pernah disangkanya.
Kemudian muncullah Chait. Ia turut berduka cita untuk Tiw. Sathit tidak
menanggapinya, ia langsung menanyakan apa Chait sudah menangkap orang yang
membunuh Tiw? Chait memintanya untuk tenang dulu, tapi Sathit yang emosi
terus bertanya apa Chait sudah menahan wanita itu. Chait mengaku ia tidak
bisa menahannya. Sathit tambah emosi, kenapa dia tidak bisa menahannya,
huh? Kan dia sudah bilang kalau wanita itu terlibat dalam kematian Tiw.
Chait berusaha menyakinkan Sathit kalau menahan orang tidak semudah itu,
hanya dengan kata-kata. Mereka harus punya bukti.
“Kalau begitu temukan buktinya! Saksi dan juga rekaman cctv.” Teriak Sathit
Di tempat lain, Ibu Jee tengah berterimakasih pada seorang pria karena
telah membantunya untuk mengamankan bukti saat Jee menabrak malam itu. Pria
itu kesal karena Jee selalu membuat masalah mulai dari berganti pria setiap
hari, sampai nyetir dalam keadaan mabuk. Untunglah Jee tidak menggunakan
nama belakangnya. Pria itu adalah Khun Sitta, ayah tiri Jee.
Ibu Jee berjanji akan mendisiplinkan Jee. Tapi, Sitta tidak yakin Jariya,
ibu Jee, bisa mendisiplinkannya. Ia menyarankan agar Jee tinggal bersama
mereka karena yang Jee butuhkan adalah orangtua. Jariya tampak menahan
kesal mendengar ucapan Sitta tadi, dan saat dirinya berbalik, dilihatnya
seorang wanita paruh baya berada di depan pintu sambil tersenyum menguping
pembicaraan mereka.
Jariya keluar dan menyindirnya bahwa seorang pelayan harus berada di
tempatnya. Bukannya takut, wanita itu malah menantang, mengatakan kalau
sebentar lagi Sitta juga akan membuangnya sama seperti yang lain. Itu akan
menjadi hari yang memuaskan untuknya. Terutama jika putri Jariyalah yang
lebih memuaskan. Jariya membalas kalau dirinya bukan seperti wanita lain.
Wanita lain tidak bisa menghasilkan uang untuk Sitta, tapi dia bisa.
Membangun koneksi, uang, dan segalanya untuknya.
“Dia tidak akan membuangku dengan mudah. Khawatir pada dirimu sendiri!
Kalau aku tidak tahu dia hanya memilikimu untuk memijat kaki, mencuci kaki,
dan menggunting kukunya, aku sudah memecatmu sejak lama. Jadi kalau kau
tidak mau ditendang dari rumah ini, tundukkan wajahmu sampai ke kakinya dan
jangan berani menaikkan kepalamu padaku.” Mereka saling melempar tatapan
tajam sebelum Jariya memilih pergi duluan.
Jee sedang bersama Chaiyan di apartemennya. Chaiyan berusaha menenangkan
Jee untuk tidak memikirkan masalah ini, bagaimanapun itu telah terjadi.
Meskipun begitu Jee tetap tidak bisa tenang, karena ini sudah membuatnya
jadi orang jahat yang melarikan diri dari masalah. Chaiyan pun permisi
pergi, tapi Jee menghentikannya. Ia tahu Chaiyan akan ke pemakaman Tiw.
Chaiyan tak mengijinkan Jee ikut, tapi akhirnya ia setuju karena jika ia
tetap menolak, Jee juga akan tetap pergi dengan atau tanpa dirinya.
Di kuil, Sathit sibuk mengurusi proses pengkremasian Jee nanti saat Jee dan
Chaiyan datang. Baru saja menginjakkan kaki di kuil, Jee sudah mendengar
ibu-ibu yang membicarakan kisah sedih keluarga Tiw. Tentang ibunya yang
menjual rumah dan ladangnya demi menyekolahkan Tiw. Setelah Tiw sarjana dan
mendapat pekerjaan, ibunya harus rela ditinggal selamanya. Jee terus
berjalan berusaha mengacuhkan itu, tapi baru beberapa langkah ia kembali
mendengar orang berbisik-bisik mengatakan dia adalah artis yang katanya
melukai Tiw.
Sekali lagi ia mengacuhkan mereka, ia duduk bersimpuh di depan altar Tiw.
Ia meminta maaf dengan tulus, dan berjanji akan bertanggung jawab untuk
ibunya Tiw nanti. Ia menoleh ke belakang, dimana ibu Tiw, bibi Wadee,
sedang menangis sambil terus memandangi figura Tiw.
Jee berlutut di depan bibi Wadee. Ia memohon maaf dengan sangat tulus. Tapi
bibi Wadee mencegah Jee sebelum Jee menyentuh kakinya. Dia berkata Jee tak
perlu melakukan itu, toh bukan dia yang salah kan. Supirnya kan yang
menyetir saat itu? Jee terdiam sesaat sebelum dia meminta maaf atas nama
supirnya. Bibi Wadee tidak apa-apa, dia tidak ingin marah pada siapaoun.
Biarlah itu menjadi dosa dan karma.
Para biksu kemudian datang dan mulai melantunkan doa-doa untuk Tiw. Jee dan
Chaiyan juga sudah duduk bergabung dengan pelayat lain. Sathit masuk dan
matanya langsung menangkap keberadan Jee. Ia meminta para biksu itu
berhenti sebentar, sebelum menghampiri Jee dan menyidir Jee dengan
kata-kata pedasnya. “Keluar dari sini khun Jeerawat!” Teriak Sathit tanpa
peduli semua orang tengah melihat mereka.
Chaiyan memegang tangan Jee untuk mengajaknya pergi, tapi dengan kesal Jee
menpisnya dan pura-pura tidak mendengar apa yang Sathit katakan tadi.
Dengan penuh emosi, Sathit menarik paksa Jee keluar dan mendorong Jee
sampai Jee jatuh tersungkur.
Jee meminta maaf pada Sathit, tapi Sathit memintanya untuk tidak berakting.
Seseorang seperti Jee tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf. Sathit
membentak Jee dan terus mengeluarkan kata-kata pedas dan menyakitkan di
depan Jee. Chaiyan berusaha menahan Sathit, tapi Sathit menantang kalau dia
akan melakukan hal yang lebih buruk dari ini.
“Kau pikir uangmu bisa meng-handle segalanya seperti pertama kali kau
menabrakku dan menggunakan uangmu untuk membeli tanggung jawab, kan? Ini
uang mu! Uang mu tidak bisa membeli AKU!” Dengan kasar Sathit melempar
amplop ke wajah Jee. Jee sudah berkaca-kaca. Namun, Sathit tetap berkata
sambil membentaknya, “Pergi! Dan jangan kembali lagi kesini! Tidak peduli
seberapa banyak kau menyembunyikan kebenaran, kau tidak bisa menipuku! Dan
aku akan menunjukkan kalau keadilan itu diatas segalanya.” Chaiyan
berulangkali meminta Sathit berhenti, dan akhirnya Sathit pergi tapi
kata-kata dari Jee kembali mengehntiknnya.
“Sebelum kau mengajariku tentang hukum, ajar dirimu sendiri dulu! Kau
seorang pengacara dan tidak seharusnya kau memutuskan benar atau salah
tanpa semua kebenaran.”
“Sejak pertama aku bertemu denganmu, aku sudah tahu apa kebenarannya.” Ucap
Sathit lalu benar-benar pergi.
Tiba-tiba terdengar teriakan para reporter. Chaiyan langsung menarik Jee
pergi dan untunglah mobil P’Suki datang tepat waktu sebelum reporter sempat
mewawancarai mereka. Salah satu reporter wanita kemudian mengabarkan pada
Piak kalau Chaiyan membawa Jee ke pemakaman. Piak emosi mendengarnya. Detik
itu juga Piak bergegas pergi, tapi khun Por muncul dan mengingatkan Piak
agar dia tidak mengganngu Jee. Kalaupun ada orang yang salah diantara
mereka, Piak harus menyalahkan suaminya sendiri, Chaiyan, bukan Jee.
Setelah sampai di lobi apartemen, P’Suki meminta Jee turun dan menyuruh
Chaiyan pergi. Ia tidak mau Jee terlibat masalah dengan Piak juga.
Setibanya di apartemen, Dao protes karena Jee tidak memberitahunya jika dia
pergi ke pemakaman. Jee menjawab dengan kesal karena ia tahu Dao akan
menghentikannya. P’Suki pun mengomeli Jee atas ulahnya ini. Jee pun juga
balas mengomel. Ia tak terima Stefan dijadikan tersangka atas masalah
dimana dirinya yang harus bertanggung jawab.
P’Suki yang sudah kesal setengah mati, tidak bisa lagi mentolerir sifat
keras kepala Jee ini. Apa Jee tidak tahu kalau dia sangat stress sekarang?
Bahkan ia sudah membedaki wajahnya lebih dari 10 kali. Wajahny sudah hempir
berkerak! HAHAHAH, ini masalah bukannya tegang malah jadi lucu.
Setelah perdebatan yang agak panjang, akhirnya Jee bersedia mengikuti apa
maunya P’Suki asalkan dia bisa bertanggung jawab atas ibu Tiw. P’Suki pun
setuju, Jee bebas mengkhawatirkan siapa saja setelah persidangan selesai
dan berita juga selesai. Tapi Jee mengingatkan bahwa seseorang tidak akan
membiarkan hal ini selesai dengan mudah. Orang yang dia maksud adalah
Sathit. Tapi, ia sengaja tak memberitahukan itu pada P’Suki. Dao meminta
P’Suki untuk tenang. P’Suki yang emosinya sudah di ubun-ubun kembali
melampiaskannya dengan memakai bedak. Ia langsung melempar bedaknya saat
tahu ia salah pakai bedak WWKWKWKWK.
Sementara itu, Piak memberhentikan mobilnya tiba-tiba di depan mobil
Chaiyan yang akan menuju apartemen Jee. Mereka adu mulut panjang lebar.
Intinya Piak marah karena Chaiyan dekat-dekat dengan Jee, apalagi Chaiyan
bisa-bisanya membawa Jee ke pemakaman Tiw. Dia mengancam meskipun P’Suki
dan Chaiyan terus melindungi dan mengatakan bahwa Jee tidak bersalah, tapi
Sathit tidak akan pernah mempercayai itu.
“Dan walaupun dia punya ibu yang adalah seorang Khun Ying dan ayah tiri
yang seorang pengusaha kaya raya atau seberapa banyak mereka saling
membantu untuk menyembunyikan bukti, dia tidak akan pernah mengelak dari
judgment Sathit. Kalau kau tidak mempercayaiku, tunggu dan lihat!” Ucap
Piak dengan penuh emosi lalu pergi meninggalkan Chaiyan.
Esok harinya, Sathit dan Chait sudah ada di lokasi mobil Jee disimpan.
Sathit meminta seseorang, petugas mungkin, untuk memeriksa GPS mobil itu.
Dimana keberadaannya sebelum kecelakaan. Chait bertanya pada Sathit, jika
dia sudah mendapatkan rutenya apa yang akan dia lakukan? Sathit diam,
wajahnya mengeras memikirkan apa rencanya selanjutnya.
Di apartemennya, Jee dan Dao bercanda bersama karena Dao memaksa Jee untuk
memasukkan kakinya ke alat foot massager yang sudah ia siapkan. Stress Jee
menghilang sesaat, ia berterima kasih pada Dao dan mereka saling berpelukan
manja, sebelum Jee bercanda lagi akan mencium Dao. Hemmm sweet nya, friends
goal bgt nih.
Candaan mereka harus berhenti saat ponsel Jee berdering. Terdengar suara
berat seorang pria disana yang bertanya kapan Jee akan datang berterima
kasih padanya. Ya, dia adalah Khun Sitta. Wajah Jee menegang seketika. Dia
lalu pergi ke ruangan lain agar Dao tidak mendengar apa yang mereka
bicarakan. Khun Sitta mengancam Jee dengan kata-kata manisnya. Jee tidak
takut, dia malah menantang balik untuk melawan Khun Sitta.
Sathit sudah mendapatkan rute perjalanan Jee sebelum kecelakaan itu.
Sedangkan Jee bergegas pergi dengan mobil Dao yang dipinjamnya. Sekarang
Sathit dan petugas tadi sudah berada di hotel tempat Jee show kemarin. Ia
ingin mencari bukti apakah benar P’Suki yang mengantar Jee pulang malam
itu. Atau benar apa yang dikatakan Pim di interview nya kalau Jee
mengendarai mobilnya sendiri. Kalau benar berarti P’Suki telah berbohong.
Petugas itu berkata bahwa masalahnya adalah semua cctv tidak berfungsi pada
hari itu. Sathit merasa tidak mungkin. CCTV ada banyak, mana mungkin tidak
ada satupun yang menangkap video? Sathit lalu menunjukkan foto mobil Jee
pada orang hotel dan bertanya siapa yang mengendarainya malam itu? Jee juga
mendatangi hotel itu, ia menanyakan pada petugas cctv tentang video yang
mungkin merekam mobilnya saat dia di parkiran. Petugas itu bilang cuma ada
satu kamera yang menangkap video jika dilihat dari letak parkir Jee, tapi
Jee harus menunggu teknisi datang untuk memperbaiki cctv nya. Jee lalu
bertanya soal dua petugas parkir malam itu, yang ternyata sudah behenti.
Sathit terkejut saat mendengar petugas hotel memberitahu hal itu. Untunglah
hanya satu yang berhenti. Sedangkan satu orang lagi baru saja mengambil
gaji dan pulang. Tetapi Jee sudah menemui orang itu duluan.
Diluar hotel, Jee berusaha mengejar petugas yang mungkin tahu informasi
tentangnya. Tetapi pria itu mengatakan ia tidak tahu apa-apa. Jee yakin dia
melihatnya malam itu. Diapun memohon pada petugas parkir yang tampak
buru-buru sekali. Hanya dia yang bisa menolongnya. Kemudian Sathit keluar
memanggil petugas parkir tadi. Petugas itu ketakutan dan berlari cepat
menyetop ojek yang lewat. Sathit tidak sempat menghentikannya.
Sathit lantas menghentikan Jee yang ingin mengejar petugas itu. Ia yakin
pasti petugas tadi melihat Jee mengendarai mobilnya pada malam kecelakaan.
Jadi, Jee datang untuk menahan dan membantunya melarikan diri, kan? Jee
membantahnya. Sathit menuntut jawaban, kalau bukan ingin menyembunyikan
bukti, lalu untuk apa Jee disini? Jee kesal terus disudutkan, ia pun
menantang Sathit kalau memang Sathit sangat ahli, majulah dan temukan bukti
lalu masukan dia ke penjara! Dengan emosi yang menguap Sathit berteriak Jee
tidak perlu menantangnya karena dia akan melakukan itu. “Kalau kau memang
berani katakanlah kebenarannya!” tantang Sathit. Petugas GPS tadi memegang
Sathit agar tidak sampai melukai Jee. Ia meminta Jee pergi, dan Jee pun
memilih pergi dengan tangan terkepal.
Kleun chewit susah d buka sinopsisnya
BalasHapus